Blog

‹ Back

Sawit dan Jejak Hilangnya Hutan

Tirto.com,Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia, menyumbang devisa besar bagi negara. Namun di balik kontribusinya terhadap ekonomi, terdapat jejak panjang deforestasi yang masif. Pembukaan lahan sawit kerap dilakukan dengan menebang hutan primer, membakar lahan gambut, dan merusak ekosistem yang rapuh. Akibatnya, hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia perlahan menghilang, membawa dampak serius bagi lingkungan dan masyarakat adat.

Siapa yang Paling Diuntungkan?

Meski sering dibenarkan atas nama pembangunan dan lapangan kerja, kenyataannya, industri sawit lebih banyak menguntungkan segelintir korporasi besar. Perusahaan-perusahaan ini menguasai jutaan hektare lahan dan memiliki akses politik yang kuat. Sementara itu, masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan justru kehilangan ruang hidup dan mata pencaharian mereka. Alih-alih sejahtera, banyak yang tersisih dan harus menghadapi konflik agraria yang tak kunjung selesai.

Pemerintah: Regulasi Lemah, Pengawasan Longgar

Pemerintah memiliki peran sentral dalam persoalan ini, namun sayangnya kerap tampil ambigu. Di satu sisi, mereka mengklaim menjaga kelestarian hutan, tetapi di sisi lain memberikan izin konsesi lahan secara masif kepada pelaku industri sawit. Lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar dan pembakaran hutan semakin memperburuk situasi. Alih-alih bertindak tegas, pengawasan lapangan sering kali tidak efektif atau bahkan diwarnai kompromi politik dan ekonomi.

Membangun Sawit yang Berkelanjutan?

Jika industri sawit ingin tetap bertahan di masa depan, transformasi menuju praktik yang berkelanjutan tidak bisa ditunda. Sertifikasi lingkungan, pelibatan masyarakat adat, serta transparansi rantai pasok harus menjadi syarat mutlak. Namun itu semua tak cukup tanpa akuntabilitas dari korporasi dan komitmen serius dari negara. Karena pada akhirnya, keberhasilan ekonomi tidak bisa terus dibayar dengan kerusakan lingkungan yang tak tergantikan.